Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Merealisasikan Kemandirian Anggaran Lembaga Peradilan

Anggaran peradilan yang belum mandiri dan belum termaktub secara eksplisit di dalam konstitusi menjadi penyebab lembaga peradilan belum independen sepenuhnya karena harus bernegosiasi dengan kekuasaan lain sehingga rentan terjadi konflik kepentingan.

Porsi anggaran lembaga peradilan belum dikunci secara definitif dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga setiap tahun pembahasan anggaran sangat dinamis dan upaya bernegosiasi antarpintu kekuasaan lumrah terjadi karena relasi politik kelembagaan masih memungkinkan praktik tersebut.

Selain sensitif, pembahasan anggaran dapat menjadi komoditas politik yang pragmatis karena menyangkut isi perut dan dompet aparatur peradilan yang seksi ”dipermainkan”. Pembahasan anggaran yang idealnya mengedepankan asas proporsionalitas dan transparansi justru lebih mengakomodasi kepentingan segelintir elite penguasa.

Selain itu, pembahasan anggaran lintas kekuasaan bisa jadi instrumen tekanan (instrument of power pressure) untuk menunjukkan kekuasaan tiap-tiap lembaga, siapa paling berkuasa dan berpengaruh sehingga antarkekuasaan saling menyandera. Tarik ulur kepentingan yang menyimpang dari tujuan semula. Sisi positifnya, pembahasan anggaran lintas kekuasaan menjadi instrumen pengawasan antarlembaga sehingga tak terjadi sentralisasi kekuasaan. Karena itu, pembahasan isu terkait independensi anggaran lembaga peradilan menjadi strategis dan niscaya demi menatap masa depan peradilan yang profesional dan bermartabat.

Baca lanjut di: 

https://www.kompas.id/baca/opini/2024/10/15/merealisasikan-kemandirian-anggaran-lembaga-peradilan?utm_source=link&utm_medium=shared&utm_campaign=tpd_-_website_traffic

Posting Komentar untuk "Merealisasikan Kemandirian Anggaran Lembaga Peradilan"