Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Denial of Death

Kematian adalah teror kemanusiaan yang amat dahsyat bagi psikologis seseorang. Semua harapan dan kebahagiaan akan sirna seketika tatkala kematian itu tiba. Semua orang tahu bahwa akhir kehidupan akan terjadi sehingga beragam teoritis diproduksi cendekiawan untuk menghadapinya secara elegan. Entah kematian itu sebagai takdir atau nasib, mustahil bagi manusia melarikan diri darinya.

Buku ini ditulis oleh Ernest Becker, seorang antropolog Amerika yang meraih penghargaan bergengsi, Pulitzer pada tahun 1974, sehingga tidak perlu disangsikan bahwa isi buku ini memang benar-benar bernas dan bermutu. Melalui buku ini, Ernest memberikan panduan cemerlang kepada kita bagaimana menghadapi teror kematian yang amat menakutkan di alam bawah sadar dengan cara memperbaiki psikis manusia sehingga ajal kita dapat diundur 1 (satu) periode.

Buku ini menggunakan  pendekatan psikologi-neurotik untuk menguraikan problem kematian dan bagaimana menstabilkan psikis manusia dari represi kematian yang tidak wajar. Lalu mengapa Ernest menulis naskah ini? Manusia modern banyak yang mengidap kecemasan akan kematian (anxiety of death) sehingga perlu diberikan suplemen kesadaran yang wajar, kematian tidak perlu ditakuti secara berlebihan namun dihadapi secara wajar dan waras.

Ernest secara optimistik bahwa perilaku manusia di bumi sangat abstrak. Tidak etis jika kita menertawakan dan mengolok perilaku seseorang akan tetapi kita perlu memahaminya, kata Spinoza. Menurut Ernest, segala tindakan dan perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh rasa takut terhadap kematian (fear of death). Seseorang menjadi dermawan atau koruptor kelas kakap sekalipun disebabkan karena mereka takut mati. Itulah kenapa orang-orang mengalami psychotic breaks yaitu keadaan mental dan emosi yang runtuh sehingga mereka tak mungkin lagi bertindak secara wajar. Perasaan takut mati ini terpatri di bawah alam sadar manusia sejak masa kanak-kanak, usia 10 tahunan tatkala si anak mulai mengerti orang yang ada di sekelilingnya satu persatu hilang selamanya.

Teror kematian amat mengganggu kejiwaan manusia. Tatkala manusia dihadapkan situasi yang sulit seperti sakit, kelaparan dan kekurangan uang dia akan melakukan cara apapun baik instan maupun terencana agar diri dan keluarganya terhindar dari kematian. Teror kematian semakin represif terhadap psikis seseorang tatkala lingkungan kurang bersahabat yang semakin menekan tingkat kesulitan yang dihadapinya. Teror kematian akan hilang sementara tatkala seseorang mengalami kebahagiaan. Fluktuasi rasa cemas di atas merupakan suatu yang wajar dan alamiah sebagai kodrat manusia. Artinya rasa takut mati itu akan tetap ada meskipun kita berusaha untuk menekannya dari pikiran sadar.

Pada bagian ke dua, Ernest menjelaskan dilema kepahlawanan yaitu manusia yang mencapai derajat pemberani akan mampu menghadapi segala bentuk teror kematian. Berani dalam konotasi positif yaitu siap dan siaga jika misteri itu datang tiba-tiba. Sikap heroik dipahami sebagai tindakan produktif yang tidak bergantung seluruhnya kepada sang pencipta dalam memahami dunia ini sehingga dia mampu berdiri di atas kekuatan kaki sendiri. Dalam menghadapi kematian, kita dituntut menjadi manusia ilmiah ketimbang manusia relijius. Dengan pikiran ilmiah kita dapat membongkar misteri kematian dengan pendekatan ilmu pengetahuan dan proses penelitian eugenetika sehingga ajal kita dapat diundur beberapa periode. 

Di masa depan, Ernest menggagas manusia baru (new being) yaitu manusia mendatang yang mampu melepaskan dirinya dari bayang-bayang kesengsaraan, pandai beradaptasi dan memiliki daya imaji-kreatif. Bayang-bayang kematian perlahan mulai dilupakan untuk menemukan kebahagiaan dan temuan baru di bidang ilmu pengetahuan sehingga dapat menunda waktu kematian. 

Di bagian akhir, Ernest menyinggung tentang psikoterapi sebagai instrumen pengendalian dari kecemasan terhadap kematian. Psikoterapi dapat menjadi iman baru yang mampu menyelamatkan  kejiwaan manusia modern apabila; pertama, psikiater semakin kreatif dalam mengungkap persoalan hidup manusia modern dan mampu memberikan jawaban konkret atas segala bentuk kesengsaraan jiwa. Kedua, psikoterapi menjadi kajian yang lebih dalam bagi persoalan kehidupan apabila psikoterapi digunakan sebagai pendekatan baru terhadap semua persoalan  manusia modern, selain ilmu pengetahuan. Ketiga, psikoterapi berkolaborasi dengan agama tradisional agar para penganutnya bangkit dari ketidakmampuannya menghadapi kematian sehingga jiwanya menjadi bebas dan melampaui batas-batas kemanusiaan yang pada akhirnya mengenal keabadian di masa mendatang.

Kemenangan atas keterbatasan manusia dalam menghadapi kematian bukan merupakan suatu misteri yang dapat diselesaikan dengan ilmu pengetahuan semata, apalagi dengan mimpi buruk manusia. Yang paling bisa dilakukan adalah membuat sesuatu, lalu mempersembahkan untuk kehidupan.

 

Posting Komentar untuk "The Denial of Death"