Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kepicikan Beragama dan Ketahanan Nasional

Kepicikan Beragama adalah sikap kekurangan pengetahuan dalam beragama disebabkan penganut agama tidak mau belajar sehingga beragama menjadi kering, kaku dan tidak luwes. Doktrin agama yang seharusnya menjadi stimulus kemajuan peradaban telah disalahgunakan yang menyebabkan kemunduran kualitas hidup.

Kepicikan beragama diawali dengan sikap tekstual dalam menafsirkan redaksi ajaran agama. Ajaran agama dipahami secara sederhana tanpa mempertimbangkan realitas sosial dan kebangsaan. Pemahaman keagamaan yang sederhana ini kemudian dipahami dan diimplementasikan dalam ruang publik secara tekstual sehingga terjadi resistensi/penolakan sebagian publik di tengah dinamika kehidupan yang semakin kompleks.

Kepicikan beragama dapat diselesaikan dengan sikap inklusif, terus belajar dan bersedia menerima perbedaan yang ada. Perbedaan merupakan sunnatullah di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Dengan cara tersebut lahirlah sikap kritis dan timbul rasa ingin tahu sehingga pemeluk akan mempelajari ajaran agama dari berbagai sudut pandang.

Apa yang menyebabkan individu atau kelompok individu mengimplementasikan keyakinan secara picik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? 

Jawaban:

  1. Lemahnya tingkat pendidikan dan wawasan keagamaan individu sehingga kehilangan daya pikir kritis.
  2. Memahami doktrin agama secara tekstual.
  3. Dalam melihat realitas, hanya menggunakan satu perspektif sehingga sulit menerima perspektif yang berlainan/bersebrangan.
  4. Pemeluk agama tidak siap menerima perbedaan dari orang lain sehingga terjadi penolakan di dalam dirinya dan berusaha mempertahankan apa yang sudah diyakininya. Jika sudah fanatik maka segala bentuk ajaran dan pikiran yang berbeda dianggap sesat dan keliru.

Apa akibat yang ditimbulkan oleh implementasi keyakinan secara picik, seperti perda-perda yang bertentangan dengan ideologi nasional, bagi kehidupan kemasyarakatan di tempat tersebut dan bagi individu atau kelompok individu yang bersangkutan? 

Jawaban:

Perda-perda yang dirumuskan berdasarkan identitas dan kepicikan akan berdampak terhadap lahirnya sektarianisme kelompok antara mayoritas dan minoritas, terjadi diskriminasi regulasi dan ruang ekspresi serta berpotensi melahirkan resistensi dan gejolak sosial yang mengganggu sendi-sendi ketahanan nasional. Selain itu, lahirnya perda-perda memiliki dua sisi yaitu satu sisi memperkuat legalitas ajaran agama suatu kelompok namun di sisi lain membuat resistensi dari kelompok lain. 

Bagaimana cara atau metode merawat kerukunan umat yang berbeda keyakinan pada suatu daerah, sehingga ketahanan ideologi dapat terwujud dalam rangka memperkokoh persatuan Indonesia? 

Jawaban:

  1. Melibatkan seluruh tokoh agama dari tingkat RT hingga nasional di dalam satu wadah persatuan yang membahas isu-isu kerukunan umat beragama.
  2. Reinterpretasi doktrin ajaran agama agar selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan.
  3. Memperkuat ideologi Pancasila di ruang publik, melibatkan tokoh agama sebagai juru bicara Pancasila ketika nilai Pancasila dihadapkan vis a vis kepada doktrin agama.   

Bagaimana penerapan resolusi konflik horizontal dengan komunitas heterogennya, yang baru saja mengalami konflik horizontal, sehingga ketahanan ideologi yang sempat menurun, dapat kembali mempunyai ketahanan? 

Jawaban:

Melahirkan kebijakan penanggulangan yaitu menciptakan kondisi harmoni antar sesama, menghidupkan terus menerus komitmen akan pentingnya persatuan bangsa, merumuskan regulasi yang mencerminkan keadilan bagi seluruh warga negara tanpa terjebak identitas tertentu serta penguatan sistem kontrol dan keamanan nasional melalui institusi penegak hukum. Selain itu, memperkuat komunikasi antar pemeluk agama secara terbuka dengan satu tarikan napas sikap saling menghargai antar sesama.

Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya konflik horizontal di kawasan yang mempunyai keyakinan beragam/heterogen, dan tingkat ketahanan ideologinya rendah? 

Jawaban:

Membangun saluran aspirasi bagi setiap kelompok dengan melibatkan unsur tokoh setempat, memperkuat upaya deteksi dini konflik horizontal dengan memperkuat sistem intelijen nasional, mengembangkan terminologi forum komunikasi daerah yaitu dari tingkat RT hingga nasional dengan melibatkan tokoh adat, agama, serta perangkat daerah, membatasi penyebaran/menghapus konten berita hoaks yang dapat menyulut konflik antar sesama warga, dan memperkuat penegakan hukum serta memberikan akses pelaporan bagi korban konflik agar konflik horizontal tidak semakin meluas.  

Posting Komentar untuk "Kepicikan Beragama dan Ketahanan Nasional"