Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nurcholish Madjid

Nurcholish Madjid yang kerap disapa Caknur merupakan tokoh intelektual Islam Indonesia. Nama Caknur begitu besar di tengah para pemikir Islam, tatkala dirinya menjadi pelopor pembaruan Islam di Indonesia.

Caknur dilahirkan di Jombang, Jawa Timur. Caknur tumbuh dan berkembang di lingkungan pesantren sehingga dirinya menguasai kajian keislaman klasik. Caknur bukan pemikir islam hasil karbitan tetapi seorang alim sejati yang melahap tanpa lelah semua sajian ilmu keislaman dari para ulama nusantara sehingga prestasi akademiknya cukup lengkap saat itu.

Untuk melengkapi khazanah kelimuan, Caknur tidak menggantungkan sepatunya untuk berhenti belajar, justru semakin giat untuk melanjutkan studi. Caknur melanjutkan pengembaraan keilmuannya ke dunia barat. Di barat, pengalaman keagamaannya semakin berkembang, perspektifnya semakin luas tak terkecuali koneksinya dengan lingkaran sarjana barat. Di bawah asuhan Fazlurrahman (seorang pembaruan Islam), Caknur bertransformasi dari pemikir konvensional menjadi pemikir modern nan ciamik.

Didikan Fazlurrahman memang tidak sia-sia. Caknur mulai dikenalkan pikiran-pikiran alternatif terutama cara pandang barat terhadap Islam. Caknur mulai dibenturkan dengan metodologi barat yang rasional dan ilmiah. Doktrin-doktrin keagamaan yang selama ini dikultuskan tak tersentuh mulai didiskusikan sehingga membuka cakrawala baru bagi Caknur tentang hakikat agama. Di barat, Caknur juga cukup akrab dengan pemikiran modern seperti Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan kehendak (free will), nasionalisme, dan humanisme sehingga dia tidak gagap ketika berbicara di kancah global. Selepas pendidikan dari barat, Caknur benar-benar menjadi tokoh Islam yang komplit saat itu; menguasai kajian klasik dan modern sekaligus.

Dalam konteks Indonesia, keberadaan Caknur cukup diperhitungkan di tengah para pemikir Islam dan elite kekuasaan. Caknur cukup produktif menulis dan sering tampil di berbagai media televisi nasional sehingga namanya mulai dikenal publik sebagai cendekiawan muslim.

Sayang sekali, saya tidak pernah bertemu Caknur secara face to face namun saya mengenal Caknur melalui karya tulisnya. Selusin lebih karya Caknur yang sudah dibaca sehingga saya "sedikit" mengenal pikiran-pikiran pokoknya. Secara garis besar, saya merumuskan 3 (tiga) ide besar pikiran Caknur yaitu keislaman, kemanusiaan dan kebangsaan. Ketiga ide ini dirajut dalam tuas etis dan logis sekaligus dengan satu tarikan napas cinta tanah air. Oleh karena itu, Caknur cukup memiliki konsen terhadap persoalan integritas keilmuan dan kemajuan untuk peradaban manusia yang lebih baik.

Dalam konteks keislaman, Caknur fokus terhadap substansialisme Islam ketimbang formalisme Islam. Baginya, substansi Islam lebih mendekati keadilan, banyak kesamaan dengan ajaran agama lain dan menjadi titik temu perbedaan antar keyakinan yang dapat menghindari konflik horizontal sesama anak bangsa ketimbang menyodorkan proposal Islam secara legal-formal sehingga dalam berbagai kesempatan, Caknur melontarkan slogan yang cukup populer yaitu "Islam Yes, Partai Islam No".

Syahdan, Caknur juga memiliki perhatian serius terhadap isu-isu kemanusiaan. Caknur amat mengecam segala bentuk kekerasan terhadap manusia, apapun alasannya. Bagi Caknur, manusia adalah khalifah Allah di muka bumi yang wajib dijaga harkat dan martabatnya. Sehingga tidak ada yang berhak satu orangpun yang melakukan kezhaliman terhadap manusia, apapun identitasnya. 

Terakhir adalah ide kebangsaan. Caknur sangat peduli terhadap nasib bangsanya sendiri. Semua kepentingan pribadi dan kelompok harus tunduk di bawah kepentingan bangsa Indonesia. Kepeduliannya dibuktikan saat tumbangnya rezim orde baru dimana saat itu Caknur dan beberapa tokoh Islam lainnya menjadi pelopor reformasi dan berada di garda terdepan melawan penguasa.

Meskipun saat ini Caknur telah tiada, seluruh ide-ide besarnya telah dipatri dalam sebuah wadah pendidikan yayasan Paramadina. Wadah ini menjadi saksi sejarah bahwa Caknur adalah tokoh Islam sekaligus tokoh bangsa yang pernah dimiliki Indonesia.

 

Posting Komentar untuk "Nurcholish Madjid"