Salah satu tokoh pembaruan Islam sekaligus pelopor prinsip maqasid al-syariah adalah Abu Ishaq Al-Syatibi yang populer dengan sebutan Imam Al-Syatibi. Beliau wafat tahun 790 H di Granada, Spanyol. Nama Al-Syatibi cukup familiar di kalangan sarjana muslim yang menekuni bidang ilmu Ushul Fiqh (islamic legal thought).
Salah satu karya master piece Imam Al-Syatibi adalah Al-Muwafaqat fi Usul al-Syariah. Melalui karya ini, Al-Syatibi mencoba membangun teori maqasid al-syariah dengan model skala prioritas mulai dari menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan properti. Menjaga agama menempati skala prioritas pertama, diikuti menjaga jiwa, dan seterusnya. Kelima prinsip ini disebut sebagai maqasid al-syariah (tujuan penetapan hukum Islam)
Agama merupakan ajaran fundamental yang harus mendapatkan prioritas utama ketika pemeluknya memutuskan sebuah hukum. Ajaran agama yang bersumber dari teks (nushus) maupun konteks (ghairu nushus) menjadi dasar ketetapan hukum. Artinya ketetapan sebuah hukum Islam yang bertentangan dengan ajaran agama harus dibatalkan. Sebab menjaga ajaran agama mesti diprioritaskan ketimbang menjaga nilai lainnya.
Yang menarik dari Al-Syatibi selain menjadi pelopor maqasid al-syariah adalah beliau berhasil mengawinkan antara hukum Islam dengan filsafat. Keberhasilan Al-Syatibi tidak terlepas dari konteks saat itu dimana ajaran Islam sedang memasuki masa pencerahan ditandai perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat di Spanyol. Akibatnya elaborasi antara hukum Islam dan filsafat telah melahirkan inovasi hukum Islam dalam bentuk abstraksi dan kaidah yang masih relevan dikaji hingga sekarang.
Selain prioritas dalam kemaslahatan, Al-Syatibi juga membagi proritas dalam kemudharatan (kerusakan). Kerusakan yang mengancam ajaran agama harus diprioritaskan ketimbang ancaman terhadap jiwa, akal, dan seterusnya. Menurut al-Syatibi, menolak kemudharatan pada hakikatnya adalah mewujudkan kemaslahatan itu sendiri sebagaimana kaidah "Dinul Islam Yufidhu al-Maslahah" artinya agama Islam selaras dengan kemaslahatan.
Amal jariyah Al-Syatibi selanjutnya adalah teori maqasid al-syariah yang digagasnya telah dikembangkan oleh sarjana muslim kontemporer sesudahnya, sebut saja Ibnu Ashur, Jasser Auda, Hasyim Kamali, Khaled Abou el-Fadl dan masih banyak lagi tak terkecuali penulis sendiri yang banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Al-Syatibi ketika menulis naskah disertasi. Melalui tangan dingin para penerus Al-Syatibi inilah maqasid al-syariah bertranformasi menjadi sebuah ilmu pengetahuan dan pendekatan tunggal (single approach), bukan sekedar teori bahkan kelima prinsip maqasid al-syariah sudah berkembang menjadi 8-11 prinsip di antaranya menjaga ekosistem dan lingkungan, menjaga eksistensi negara, dan seterusnya.
Salah satu tugas sarjana muslim saat ini adalah mempopulerkan ilmu maqasid-al syariah di kalangan umat. Selain rumit, ilmu maqasid al-syariah juga terbatas aksesnya yang hanya diajarkan pada bangku kuliah pascasarjana sehingga terkesan eksklusif. Jika ilmu maqasid ini tidak dibagikan secara gratis kepada umat, maka ilmu ini akan lenyap begitu saja, terlebih bagi umat yang malas belajar dan enggan membaca.
Posting Komentar untuk "Abu Ishaq Al-Syatibi"