Masa Depan Peradilan Menurut Sains dan Teknologi
Genre tulisan ini adalah fiksi ilmiah dan prediksi ini bukanlah risalah akan tetapi rumusan masalah yang diprediksi akan terjadi pada waktu yang akan datang dengan semakin dekatnya berbagai ancaman perubahan kehidupan dan keberadaan umat manusia di abad 21. Di kalangan fundamentalis atau tradisionalis mengerjakan prediksi semacam ini merupakan perbuatan sia-sia akan tetapi di kalangan saintis dan modernis hal ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun belakangan dengan menggelontorkan dana untuk melakukan riset dan observasi guna mempersiapkan kehidupan di bumi yang lebih baik.
Masa depan dapat terwujud dengan perangkat otak cerdas manusia. Neuro sains (sains saraf) menjelaskan bahwa jaringan neuron tidak hanya dapat mempertahankan informasi tentang segala sesuatu akan tetapi dapat mengubah dengan cara yang memungkinkan kita untuk menjelaskan bagaimana otak menjadi cerdas. Setiap kegagalan dan keburukan yang dialami kita bukan terjadi secara kebetulan akan tetapi pengetahuan kita yang terbatas terhadap fenomena yang kita sedang alami. Kekurangan sifat alami manusia mengandung benih perbaikan dengan sendirinya selama muncul dengan norma dan institusi guna mewujudkan manfaat universal. Berdasarkan hal tersebut, penulis menggunakan sains dan teknologi sebagai petunjuk jalan untuk menghadapi dinamika kehidupan masa depan yang penuh risiko dan berubah-ubah.
Fenomena kematian mendadak yang dialami aparatur peradilan harus dicarikan solusi penyelesaiannya karena bagi penulis kematian adalah persoalan teknis yang bisa diselesaikan dengan kedigdayaan sains dan teknologi. Kematian mendadak dapat diselesaikan dengan cara pemasangan aplikasi healthy dalam bersidang, teknologi nano kesehatan di tubuh aparatur peradilan, teknologi cyborg atau menyuplai nutrisi yang cukup dibarengi pemberian kesejahteraan gaji yang memadai. Kemudian kematian dikarenakan perubahan iklim akibat kerusakan lingkungan dan emisi karbon yang membengkak juga dapat menyebabkan terjadinya bencana alam yang lazim kita saksikan di televisi yang merusak struktur bangunan pengadilan sekaligus mengancam keselamatan aparaturnya. Perubahan iklim ini dapat diselesaikan dengan konsep peradilan hijau (green judiciary) atau setidaknya kita beralih dari pemanfaatan energi konvensional ke energi terbarukan yang ramah lingkungan. Struktur rumah kaca dan perilaku boros energi segera kita sudahi dengan konsep kerja di alam terbuka seperti rapat di ruangan terbuka, sidang ruang terbuka, pelayanan ruang terbuka dengan men-design senyaman dan seaman mungkin. Fenomena kematian akibat pandemi akan terus terjadi tanpa bisa diprediksi kapan berakhirnya sebuah infeksi. Riset antibiotik dan obat-obatan serta program vaksinasi masal dapat menjadi alternatif bagi setiap aparatur peradilan guna menghindari infeksi virus yang mematikan. Kematian selanjutnya disebabkan kejahatan kemanusiaan seperti senjata pemusnah masal, bioterorisme, dll. Hal ini dapat diselesaikan dengan menciptakan adi-manusia yang unggul dan tangguh terutama bagi aparatur peradilan sebagai penjaga keadilan di ibu pertiwi. Rekrutmen pegawai dengan memilih genetika yang unggul dan kuat serta rekayasa cyborg genetika dapat dilakukan untuk melahirkan manusia-manusia setengah dewa yang kuat secara fisik dan mental dengan lapisan mesin cerdas. Kombinasi antara tubuh biologis dengan tubuh mekanis berbasis artificial intelligence (AI) mampu membendung ancaman-ancaman kejahatan kemanusiaan yang modus operandinya semakin canggih.
Ancaman selanjutnya adalah algoritma, big data, artificial intelligence (AI), sistem robotika, teknologi komputasi, dll. Saat ini kita berinvestasi besar-besaran kepada paket algoritma dan artificial intelligence (AI) untuk menunjang tugas pokok dan fungsi sebagai aparatur peradilan namun jangan lupa di balik investasi besar-besaran tersebut tersimpan beberapa persoalan yang mengancam yaitu algoritma akan membantu, meniru bahkan melampaui manusia dalam menjalani kehidupan. Peran-peran sentral manusia beserta potensinya akan tergantikan dengan kekuatan seperangkat teknologi dan komputer yang super cerdas. Kegiatan manusia beserta pikirannya yang mengandalkan pengetahuan dapat diganti dengan prosesor komputer dan mesin cerdas yang tak kenal lelah, lebih cepat dan sangat patuh. Namun ancaman ini tidak perlu ditakuti karena merasa akan kalah akan tetapi harus dihadapi dengan cara aparatur peradilan menjalankan beberapa peran. Setiap aparatur peradilan dapat mengerjakan tunggakan tugas sekaligus merangkap tugas-tugas lain sehingga tidak ada lagi alasan kekurangan pegawai atau ketidakpandaian penggunaan teknologi. Selain itu, dengan bergantungnya kita kepada teknologi dan otak komputer dalam bekerja maka kinerja tradisional dengan cara-cara tatap muka, koordinasi antar bagian dan prosedur yang sifatnya manual akan ditinggalkan menuju kinerja yang in-organik yaitu menuju merit sistem yang terkoneksi dan terintegrasi dengan teknologi dan komputer, dari neuron saraf-saraf kecil menuju neuron elektromagnetik. Ke depan, tidak lagi dijumpai kertas, tinta, alat tulis, koordinasi antar bagian, tatap muka antar pegawai, dan tidak ada lagi pihak berperkara yang datang ke kantor pengadilan untuk mengurus hak-haknya yang terbengkalai akan tetapi berubah ke era kehidupan yang serba digital, canggih dan modern. Jika seluruh kinerja dan data sudah terkoneksi ke teknologi dan komputer maka saat itu pula gedung-gedung pengadilan di pelosok negeri menjadi tak relevan, sepi pengunjung bahkan angker dan menyeramkan karena semua struktur keras dan perangkat lunak peradilan beserta fitur layanan dapat diakses hanya dalam satu genggaman android atau i-phone.
Ancaman terakhir dunia peradilan di masa depan adalah umat manusia migrasi antar planet dalam satu ikatan tata surya. Para manusia (homo sapiens) sudah hijrah ke planet lain guna mengeksplorasi peluang kehidupan sekaligus memecahkan problem baru kehidupan yang belum terpecahkan. Jika sudah demikian, apa yang harus dilakukan badan peradilan yang ada di bumi? Apakah bersikap pesimis atas ketidakberdayaannya untuk menjangkau, apakah hanya berdoa duduk manis di rumah ibadah atau bersikap optimis karena mimpi besar jauh-jauh hari telah terpikirkan? Persoalan teknis demikian dapat diselesaikan dengan cara membangun peradaban hukum lintas batas, lintas ruang dan lintas waktu dengan mempersiapkan sumber daya manusia setengah dewa, otaknya cerdas, fisiologinya kuat dan mental sang petarung. Pembangunan satelit to justice cukup relevan untuk menjangkau planet lain demi melayani para turis homo sapiens yang sudah bosan tinggal di bumi sekaligus melahirkan gagasan pembentukan pemikiran hukum transgresif yaitu konsep hukum lintas ruang dan lintas waktu demi menjangkau planet-planet lain yang belum tersentuh oleh aturan hukum bumi.
Prediksi saintifik ini ditujukan untuk para homo sapiens khususnya aparatur peradilan. Meminjam istilah Max Tegmark, penulis membagi kelompok aparatur peradilan kepada tiga jenis yaitu pertama, skeptis teknologi. Kedua, utopia digital. Ketiga, Gerakan AI-menguntungkan. Kelompok skeptis teknologi adalah kelompok yang melihat AI sebagai “musuh” yang dikhawatirkan karena dapat mengeliminasi manusia secara perlahan sehingga memikirkannya adalah sebagai bentuk sia-sia yang tidak mungkin terjadi pada dekade dekat ini. Kelompok utopia digital adalah kelompok yang melihat teknologi secara optimis dan mempersiapkannya secara alami karena kebutuhan zaman yang tidak dapat dihindarkan. Sedangkan kelompok pendukung AI-menguntungkan adalah kelompok yang juga melihat AI dengan penuh optimis serta mempersiapkan sistem keamanan AI dari peretasan. Meminjam pendapat Max Tegmark inilah, penulis meluangkan pikiran dan catatan untuk lembaga peradilan sebagai upaya menyongsong era teknologi dan kemajuan AI untuk mempersiapkan kolaborasi antara manusia dengan AI secara berdampingan di masa depan yang mendatangkan kemanfaatan bagi seluruh umat manusia. Sistem peradilan yang sudah perlahan menggunakan kecerdasan buatan, algoritma, internet untuk segala dan teknologi informasi perlu juga membangun sistem keamanan yang tangguh dan kokoh dari segala macam bentuk peretasan, crash, atau malfungsi sehingga ketika era pasca informasi tiba sistem digitalisasi lembaga peradilan dapat terus berjalan tanpa kendala.
Berbagai prediksi masa depan yang menyeramkan dan menakutkan bagi aparatur peradilan (homo sapiens) meskipun tidak waktu dekat akan tetapi dapat saja terjadi di masa yang akan datang. Ketakutan ini disebabkan karena kita takut kalah dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan pada masa depan ketika ancaman ini terjadi namun sebaliknya jika kita mengetahui apa yang harus dilakukan dengan mempersiapkan berbagai potensi diri maka ketakutan itu berubah menjadi peluang dan titik terang sebuah harapan serta keinginan dengan satu tarikan napas tekad yang kuat.
Posting Komentar untuk "Masa Depan Peradilan Menurut Sains dan Teknologi"