Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknologi Chip Elektroda untuk Menyelesaikan Overcrowding Lapas dan Rutan Indonesia

Pendahuluan

 Persoalan lapas dan rutan masih meninggalkan beberapa masalah serius terutama masalah kemanusiaan dan kewajaran. Dalam aspek kemanusiaan, lapas maupun rutan Indonesia belum memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan secara ideal bagi setiap narapidana misalnya ruang penjara yang sempit dan tidak bersih serta penempatan narapidana yang over kapasitas sehingga narapidana menjadi lebih tersiksa. Sedangkan dalam aspek kewajaran, 1 (satu) ruangan diisi oleh puluhan bahkan ratusan narapidana secara berdesak-desakan sehingga kesehatan narapidana menjadi terganggu.

Penyebab utama Lapas dan Rutan yang mengalami over kapasitas adalah orientasi pemidanaan retributif atau memberikan efek jera dengan pemenjaraan setiap pelaku kejahatan. Setiap pelaku kejahatan harus diberi efek jera agar tidak mengulangi perbuatannya, salah satunya melalui pemenjaraan kebebasan seseorang di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Mereka dipaksa masuk ke dalam penjara untuk dirampas kebebasannya sehingga mengalami penderitaan psikis dan mental agar jera dan tidak mengulangi perbuatan jahatnya. Namun langkah pemenjaraan ini juga tidak menjamin terbentuknya perilaku terpuji bagi setiap narapidana pasca menjalani masa hukumannya.

Persoalan over kapasitas ini juga menimbulkan dampak lain yaitu membengkaknya anggaran penyediaan makanan, pengadaan ruangan serta penyediaan sumber daya manusia sebagai pembina para narapidana yang profesional. Bahkan terdapat segelintir orang yang mengalami kesulitan ekonomi dan akhirnya memilih ketangkap karena melakukan suatu kejahatan agar hidupnya terjamin oleh negara di dalam Lapas atau Rumah Tahanan (Rutan). Persoalan over kapasitas juga telah menimbulkan masalah kemanusiaan. Misalnya terjadi kebakaran di dalam Lapas atau Rutan yang over kapasitas sehingga menyebabkan kematian narapidana dalam jumlah besar, konflik antara narapidana serta kerusuhan di dalam Lapas yang direkayasa untuk melarikan diri. Persoalan ini menjadi tanggungan negara. Oleh karena itu, negara harus hadir di semua lapisan termasuk memberikan solusi terhadap persoalan Lapas dan Rutan yang semakin tidak kondusif.

Penyelesaian over kapasitas di dalam Lapas dan Rutan adalah menggunakan konsep keadilan restoratif berupa tindakan korektif, rehabilitatif dan preventif terhadap setiap kejahatan yang terjadi di masyarakat. Artinya tidak semua kejahatan harus dijatuhi hukuman penjara akan tetapi lebih kepada upaya rehabilitasi dan pemaafan dengan mendorong tindakan produktif dan kreatif bagi pelaku kejahatan misalnya sanksi badan, sanksi bekerja atau sanksi mencipta sesuatu. Selain itu, konsep restorative justice akan semakin tepat, efektif dan efisien apabila dikombinasi dengan penggunaan teknologi chip elektroda yang ditanam di dalam tubuh narapidana sehingga dirinya dapat dikontrol dari luar ruangan Lapas maupun Rutan.     

Pembahasan

Restorative justice adalah sebuah pendekatan dalam menyelesaikan konflik hukum secara damai yang lebih menitikberatkan tindakan koreksi, rehabilitasi, dan mediasi tujuannya agar si pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatan sekaligus tetap aktif berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Metode restorative justice sudah banyak diterapkan dalam kasus-kasus tindak pidana ringan yang meliputi anak dan tindak pidana narkotika serta pencurian ringan. Keadilan restoratif menjadi harapan baru para pencari keadilan karena lebih sederhana, murah dan cepat namun tetap dirasakan sisi keadilannya.

Metode restorative justice mampu mengatasi angka persoalan overcrowding Lapas dan Rutan namun masih terkendala dengan regulasi, sumber daya manusia dan sarana. Dari aspek regulasi, belum ada Undang-Undang yang secara tegas mengatur tentang keadilan restoratif sehingga paradigma penegak hukum masih menggunakan penghukuman bagi setiap pelaku kejahatan. Dalam aspek sumber daya manusia, para penegak hukum masih berorientasi kepada pengukuman pelaku kejahatan. Setiap pelaku kejahatan dianggap sebagai orang yang pantas dihukum karena tindakannya tanpa memperhatikan alternatif lain dari cara penghukuman sehingga penegak hukum terjebak kepada paradigma normatif-retributif yang akan semakin berdampak kepada over kapasitas sistem pemasyarakatan. Dalam aspek sarana, keadilan restoratif dapat terwujud apabila lembaga penyelesaian sengketa alternatif sudah ideal misalnya peradilan adat, tokoh adat dan mediasi masyarakat yang berperan dalam menyelesaikan konflik hukum di lingkungannya.

1.   Pendekatan Teknologi Chip Elektroda

Keadilan restoratif dapat mengurangi persoalan overcrowding Lapas dan Rutan semakin efektif dan efisien apabila konsep tersebut dielaborasi dengan pendekatan teknologi berupa penanaman chip elektroda di tubuh narapidana. Tujuannya adalah selain pemulihan terhadap pelaku tindak pidana juga untuk mengawasi tingkah laku narapidana dari jarak jauh tanpa harus dimasukkan ke dalam sel penjara sehingga sistem pengawasan jarak jauh tersebut efektif mencegah terjadinya kejahatan yang terulang kembali oleh pelaku yang sama.

Penanaman chip elektroda di dalam tubuh narapidana harus mempertimbangkan aspek kesehatan tanpa mengurangi kualitas pengawasan jarak jauh. Narapidana dapat melakukan kegiatan positif apapun di luar Lapas dan Rutan dengan pengawasan yang diremote dari jarak jauh oleh petugas Lapas atau Rutan sehingga pergerakannya selalu terawasi. Penanaman chip elektroda juga tidak boleh mengganggu kesehatan narapidana sehingga menghambat aktivitas positifnya di tengah kehidupan sosial. Chip yang terbuat dari bahan logam harus terus dipantau higienis dan kebersihannya agar tidak merusak jaringan anggota tubuh.

Pemasangan chip elektroda sebagai bentuk pengawasan dari jarak jauh namun dengan cara-cara humanis dan mekanis sehingga para narapidana segera pulih kembali dan semakin produktif di masyarakat. Akselerasi teknologi chip elektroda dapat mengawasi narapidana selama 24 jam non-stop, valid dan tidak mudah direkayasa karena setiap aktivitasnya menjadi data yang tersimpan dalam bit memori. Kebebasannya tetap terkendali namun dengan cara-cara yang lebih manusiawi. Para narapidana dapat melakukan sanksi produktif di luar Lapas tanpa harus mendekam di dalam penjara.

Narapidana juga dapat mengakses program pembinaan yang diterima dari lembaga pemasyarakatan tanpa harus datang ke lokasi. Program pemasyarakatan ini dapat diakses kapan saja dan dimana saja sehingga aktivitas produksi narapidana menjadi tidak terganggu. Aktivitas produktif yang dilakukan oleh narapidana menjadi angka kredit yang terekam secara real time di dalam memori chip sehingga semakin banyak angka kredit yang sudah dilakukan maka semakin cepat selesai proses pemidanaannya yaitu pencabutan kembali chip elektroda dari dalam tubuhnya.

2.  Pembayaran Ganti Rugi Secara Online

Salah satu bentuk keadilan restoratif adalah pembayaran ganti rugi atau pemberian kompensasi kepada korban tindak pidana yang sudah mengalami kerugian materi dan immateri. Pembayaran ganti rugi ini dapat dilakukan dengan cara mempindai chip elektroda yang ada di dalam tubuh narapidana dengan mesin anjungan atau mesin EDC yang tersedia sehingga transaksi pembayaran ganti rugi akan terekam di dalam memori.

Pembayaran ganti rugi secara online kepada korban kejahatan tanpa harus bertemu secara tatap muka dapat meminimalkan terjadinya konflik yang lebih besar dan tidak membuka kembali luka lama. Pembayaran ganti rugi ini bersumber dari saldo yang ada di dalam chip elektroda yang berasal dari uang sendiri, uang keluarga maupun uang dari negara. Saldo uang ini akan tersimpan secara terus menerus di dalam chip narapidana layaknya kartu ATM yang dapat digunakan kapan saja dan dimana saja.

Besaran pembayaran ganti rugi harus disesuaikan dengan kadar kesalahan. Semakin besar kejahatan yang dilakukan seseorang dan dampak korban yang ditimbulkan maka semakin besar nominal ganti rugi yang harus dikeluarkan oleh pelaku kejahatan sehingga korban tidak mengalami kerugian dari segi materi. Pembebanan nominal ganti rugi ini harus ditetapkan dalam bentuk regulasi Peraturan Perundang-Undangan sehingga tidak terjadi pungutan liar oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Konsep restorative justice ini akan memangkas anggaran Ditjen Lapas yang semakin ramping dan tepat sasaran. Anggaran makan narapidana, sarana dan prasarana Lapas dan Rutan, gaji petugas Lapas dan para Pembina lainnya dapat dihemat sehingga dapat dialihfungsikan untuk menganggarkan sistem pemidanaan secara jarak jauh berbasis teknologi chip elektroda.

Pemasangan chip elektroda juga memiliki sensor tubuh dalam setiap gerakan. Perbuatan-perbuatan narapidana yang diduga akan mengulangi kejahatannya kembali dapat dimonitor dan dikendalikan secara cepat sehingga tidak akan terjadi. Data yang ada di dalam memori chip harus terintegrasi antara Lapas/Rutan dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan sehingga mudah mencegah para pelaku kejahatan untuk mewujudkan aksinya.

Penutup

Persoalan overcrowding Lapas dan Rutan di Indonesia disebabkan orientasi pemidanaan yang retributif dengan alasan memberikan efek jera. Orientasi ini tidak selamanya sesuai dengan kehidupan yang semakin dinamis karena terbukti menimbulkan persoalan baru yang lebih besar yaitu membengkaknya anggaran konsumsi narapidana, membutuhkan jumlah ruangan/Lapas yang semakin banyak dan tidak menjamin perubahan tabiat buruk narapidana pasca menjalani hukuman penjara.

Orientasi pemidanaan dapat bergeser kepada upaya jalan damai dengan cara mediasi antara pelaku dengan korban, membayar ganti rugi atau memulihkan kembali para narapidana di ruang sosial. Namun upaya keadilan restorasi itu juga tidak menutup kemungkinan masih menyimpan kendala di antaranya tidak ada efek jera bagi narapidana, polarisasi stabilitas politik sosial yang menyebabkan keragaman kejahatan serta sulitnya pengawasan

Oleh karena itu, perlu mengelaborasi antara konsep keadilan restoratif dengan kemajuan teknologi berupa penanaman chip elektroda di dalam tubuh narapidana. Tujuannya adalah untuk mengawasi dan mengendalikan aktivitas narapidana di ruang publik sehingga lebih berkontribusi dalam kehidupan berbangsa tanpa harus mendekam di dalam sel penjara. Penanaman chip elektroda ini juga mampu mencegah terjadinya kejahatan kedua kalinya yang akan dilakukan oleh narapadina karena semua aktivitasnya dapat dimonitor dan dikendalikan dari jarak jauh.  

Posting Komentar untuk "Teknologi Chip Elektroda untuk Menyelesaikan Overcrowding Lapas dan Rutan Indonesia"