Kemampuan Algoritma dan Ketidakberdayaan Sikap Dusta
Kejujuran membentuk sikap utama bagi seseorang. Kejujuran melahirkan sikap terpuji karena dirinya tidak akan merugikan orang lain. Kejujuran akan memberikan hak seseorang apa adanya sehingga tidak ada yang terluput. Hal itu disebabkan karena dirinya memegang teguh nilai-nilai utama yang disepakati secara universal. Orang yang jujur akan mendapatkan kehormatan dari publik sebab orang lain percaya atas apa yang dikatakan dan diperbuat yang tidak mungkin bertentangan dengan nilai-nilai utama.
Kejujuran bukan pemberian dari Tuhan secara gratis akan tetapi dapat dikreasikan secara mandiri. Seseorang dapat menjadi orang jujur apabila dirinya berusaha untuk memegang teguh nilai-nilai utama. Dirinya dapat memilih secara merdeka; mau jadi orang jujur atau pendusta. Perilaku jujur merupakan ciri orang yang terpuji dan dekat kepada kebaikan karena dirinya selalu terjaga dari perbuatan salah yang merugikan orang lain. Sedangkan dusta lebih dekat kepada keburukan karena akan melahirkan kemudharatan yang luas.
Perilaku tidak jujur mendapatkan cemoohan, cercaan bahkan penghukuman sosial karena orang takut akan perilaku yang diperbuatnya karena dapat merugikan orang sekitarnya. Cepat atau lembat, perilaku dusta akan berdampak kepada diri, keluarga, dan lingkungannya. Perilaku dusta juga menyebabkan kekacauan sosial ulah dari perbuatan sang pendusta. Keberadaan dirinya, geraknya selalu diawasi supaya tidak merugikan orang lain sehingga orang yang dusta hakikatnya adalah orang yang tidak merdeka dalam hidupnya dan setiap waktu akan dihantui perasaan bersalah. Orang yang gemar berdusta akan melahirkan kedustaan selanjutnya tanpa henti hingga dirinya menyadari bahwa perbuatan dusta merupakan perbuatan yang tercela.
Perilaku tercela seperti dusta dapat dideteksi dengan kemajuan teknologi seperti alat lay detector yaitu alat pendeteksi kebohongan. Namun alat tersebut juga belum begitu ampuh dalam menekan angka kebohongan individu yang terjadi di ruang publik yang dapat membuat resah sekaligus kekacauan sosial. Perilaku bohong atau yang disebut hoaks dapat diantisipasi dengan algoritma yang dapat melacaknya. Pola kebohongan dapat dideteksi dengan bahasa algoritma yang semakin kompleks dan canggih. Waktu, tempat, dan karakter seseorang yang sering berdusta dapat dicegah agar individu tersebut mengurungkan niatnya untuk berdusta.
Kemajuan algoritma dalam membaca perilaku dusta dapat dikembangkan sebagai portal pencegahan terhadap praktik dusta yang dilakukan oleh pejabat publik ketika menjalani jabatan dan kewenangannya. Kemampuan algoritma ini harus diwujudkan dalam bentuk inovasi teknologi sehingga para pengawas tidak perlu repot-repot mengawasi setiap saat terhadap sang pendusta.
Inovasi anti kebohongan maupun kedustaan dapat menekan pelaku tercela yang disebabkan oleh sikap ketidakjujuran. Kemajuan algoritma ini mengimbangi angka kejahatan yang terjadi di permukaan sosial. Dengan adanya teknologi telusur kebohongan ini setidaknya para oknum pendusta akan berpikir dua kali ketika hendak melakukan suatu kebohongan atas nama jabatan yang diembannya.
Posting Komentar untuk "Kemampuan Algoritma dan Ketidakberdayaan Sikap Dusta"